Karena wanita ingin dimengerti,
Dengan tutur lembut dan laku agung.
Karena wanita ingin dimengerti,
Manjakan dia dengan kasih sayang.
Dengan tutur lembut dan laku agung.
Karena wanita ingin dimengerti,
Manjakan dia dengan kasih sayang.
Sebuah
lagu dari Ada Band mengalun memenuhi ruang dengarku. Earphone yang
terpasang di telinga memastikan hanya aku saja mendengar lagu ini.
Setiap alunan musik dan kata yang dilagukan, seperti bilah-bilah pisau
yang menyayat perih hati.
Tidak!
Kau tidak mengerti aku, Anton. Aku mencintaimu, tapi begitu tega kamu
pergi meninggalkan aku. Dalam hati aku hanya bisa meratap pedih.
Seharusnya,
earphone di telingaku ini sedang memperdengarkan suaramu. Seperti biasa
saat kita begitu asik berlama-lama berbincang. Membicarakan apasaja.
Bahkan hal-hal tak penting sekali pun. Tak peduli berapa banyak pulsa
gsm yang harus kau habiskan. Selama kita bisa tetap terhubung, selama
itu pula kita berbahagia karena rindu saling berpelukan dalam dimensi
yang lain. Tapi kini, rindu itu serupa pil pahit yang harus aku telan
sendiri. Ditemani lagu-lagu yang rajin kau kirimkan lewat blackberry
messenger di hari-hari lalu, demi untuk menyanjung hatiku melalui
syairnya.
Namun
senja kali ini tak ada lagi kamu yang menemani perjalanan pulang
setelah usai jam kerjaku. Langit yang memerah jingga itu terasa lebih
sendu kali ini setelah semalam kau ucapkan kalimat perpisahan itu.
Kubuka lagi folder chats di BBM. Namamu sudah tertimbun dengan
pesan-pesan baru hari ini dari beberapa temanku.
Sesuatu
yang bodoh yang aku sadari, namun tetap aku lakukan. Kata-kata
perpisahanmu yang memilukan ini seharusnya sudah aku hapus sejak semalam
agar tak bisa kulihat lagi. Kau tau? Aku membacanya ulang!
“Aku hanya sesaat”
“Kamu harus segera menemukan orang yang tepat”
“Maaf, tak bisa menjagamu lebih lama”
“Julia, aku tetap sayang kamu”
Sampai
di kalimat terakhirmu itu, tak kuasa lagi aku memandang terlalu lama
pada layar blackberry-ku. Karena disana aku bisa melihat jelas wajahmu
yang terpasang sebagai display picture. Senyummu masih manis, dengan
t-shirt merah kesayanganmu. Wajahmu masih teduh dan menawarkan kedamaian
yang selalu aku cari. Ironis sekali. Kau bilang kau sayang padaku,
namum kau tepat saja pergi.
Kupalingkan
wajah dengan cepat ke arah luar jendela. Taksi yang membawaku pulang
dari kantor melaju pelan di tengah jalanan yang dipadati kendaraan lain.
Pandanganku tertutup bening-bening yang siap meluncur ke pipi.
Sementara di luar sana, lampu-lampu jalan baru saja menyala. Pantulan
cahayanya jatuh dimataku yang telah basah. Aku tak bisa melihat apa-apa
selain luka yang menganga.
Terlebih
saat mp3 yang kuputar dengan shuffle mode sampai pada lagu berirama
kroncong yang pernah ka kirim padaku. Syair lagunya kini seperti jeruk
nipis terbelah yang kau perahkan di atas lukaku.
Semua hangatnya oh dirimu
Berikan aku arti hidup
Suguhkan segala raga dan jiwamu untuk ku
Berikan aku arti hidup
Suguhkan segala raga dan jiwamu untuk ku
Ragamu untuk ku
Jantungmu untuk ku
Jantungmu untuk ku
Taukah kamu, Anton? Tanpa kau minta pun, aku telah memberikan semuanya untukmu. Dan setelah kepergianmu, apalah artinya aku?
Tiba-tiba
aku merasa bodoh. Bagaimana dulu aku bisa sangat percaya padamu. Seolah
kau akan selamanya menjagaku. Padahal aku tau, cinta yang hadir di
antara kita saat itu tidak dalam waktu yang seharusnya. Cincin di jari
manismu itu seharusnya menjadi isyarat bagiku untuk membunuh rasaku. Tak
seharusnya aku memelihara cinta untuk lelaki yang telah beristri
sepertimu. Ya, aku memang bodoh!
******
500 kata
Untuk prompt 21 suka-suka Monday Flash Fiction
Tidak ada komentar
Sila berkomentar untuk meninggalkan jejak, supaya memudahkan saya juga untuk kunjungan balik. Cheers!